Sumber Ilmu Komunikasi Islam
Meresume
Buku Komunikasi Islam
Penulis
buku : Harjani Hefni , Lc, MA
BAB II
Sumber Ilmu Komunikasi Islam
A.
Pendahuluan
Sebagai
sebuah ilmu, Komunikasi Islam memiliki sumber utama yang sangat potensial untuk
digali, yaitu dari Al-Quran dan Sunnah. Meskipun tidak terkumpul dalam satu
tempat, tetapi bahan baku Ilmu Komunikasi Islam yang terdapat di banyak tempat
dalam Al-Quran dan Sunnah sangat memungkinkan untuk memformat Ilmu Komunikasi
Islam secara sistematis, sehingga menjadi ilmu yang mudah dimanfaatkan oleh
akademisi dan masyarakat secara umum.
Selain
Al-Quran dan Sunnah dengan ilmu-ilmu pendukung untuk memahaminya, kitab-kitab
para ulama baik yang lama maupun kontemporer juga banyak yang bisa menjadi
bahan baku yang bisa diolah untuk membangun Ilmu Komunikasi Islam.
Sumber
lain yang tidak kalah pentingnya dalam memformat Ilmu Komunikasi Islam adalah
Ilmu Komunikasi yang telah berkembang cukup lama dan sudah semakin menunjukkan
kemapanannya. Ilmu Komunikasi ini sangat membantu supaya untuk memformat Ilmu
Komunikasi Islam karena kaum muslimin diajarkan untuk terbuka menerima
kebenaran dari sumber manapun datangnya. Dan penulis (Harjani Hefni) meyakini
bahwa semakin akurat sebuah penelitian tentang Ilmu Komunikasi makan akan
semakin membantu peneliti komunikasi Islam dalam mematangkan Ilmu Komunikasi
Islam, karena kebenaran Islam tidak akan menolak atau bertolak belakang dengan
Ilmu Pengetahuan. Kaidah utama agama Islam dalam memandang Ilmu Pengetahuan
adalah akomodatif, bahkan tidak akan ada penelitian Ilmiah yang betul-betul
akurat hasilnya akan bertentangan dengan ajaran Islam.
Karena
itu dalam bab II ini, penulis (Harjani Hefni) akan menjelaskan tentang empat
sumber utama Ilmu Komunikasi Islam, yaitu : Al-Quran, Sunnah, kitab-kitab
sumber dan referensi para ulama Islam, serta Ilmu Komunikasi Umum.
B.
Sumber-Sumber Komunikasi Islam
1.
Al-Quran
Definisi
Al-Quran
Al-Quran
ditinjau dari segi etimologis merupakan bentuk mashdar dari kata
qara’a-yaqra’u-qira’atan-wa qur’anan. Kata qara’a berati menghimpun dan menyatukan.[1]Jadi
menurut bahasa, Al-Quran adalah himpunan huruf-huruf dan kata-kata yang menjadi
satu ayat, himpunan ayat-ayat menjadi surat, himpunan
ayat-ayat menjadi surat, himpunan surat menjadi mushaf Al-Quran. Secara
terminologi Al-Quran didefiniskan sebagai :
`“Firman Allah SWT yang menjadi
mukjizat abadi kepada Rasulullah yang tidak mungkin bisa ditanding oleh
manusia. Diturunkan kepada Allah Rasulullah SAW yang tertulis dalam mushaf,
diturunkan kepada generasi berikutnya secara mutawatir, ketika dibaca ibadah
dan berpahala besar.[2]
Definisi
diatas mengandung lima makna penting :
1.
Al-Quran
adalah firman Allah SWT (QS 53:4) Yang Maha Mulia dan Maha Agung. Kedudukannya
firman-Nya yang mulia dan agung menjadikan kita harus memperlakukannya dengan
mulia juga. Karena Al-Quran adalah firman Allah yang mulia, maka menjadikan
Al-Quran sebagai sumber rujukan utama Komunikasi Islam akan membuat ilmu ini
menjadi ilmu yang mulia.
2.
Al-Quran
adalah mukjizat, tidak ada kata dan bacaan yang mampu menandinginya. Menjadikan
Al-Quran sebagai sumber Ilmu Komunikasi Islam akan membuat teori-teori ilmu ini
menjadi kokoh.
3.
Al-Quran
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu ke dalam hatinya melalui malaikat
Jibril AS ( QS 26 : 192). Allah memilih hati Nabi Muhammad karena dianggap yang
paling layak untuk ditempati Al-Quran yang suci.
4.
Al-Quran
disampaikan secara mutawatir. Al-Quran dihafal dan ditulis oleh banyak sahabat
sehingga mustahil terjadi persengkokolan adanya penambahan atau pengurangan
dalam teksnya. Lalu, secara turun temurun Al-Quran diajarkan kepada generasi
berikutnya, dari orang banyak ke orang banyak.
5.
Membaca
Al-Quran bernilai ibadah, bahkan setiap huruf diganjar oleh Allah dengan
sepuluh kebaikan.
Sebagai sumber yang otentik dan
isinya yang mengandung mukjizat, maka Al-Quran adalah kitab yang paling layak
untuk menjadi sumber utama Ilmu Komunikasi Islam dan sangat potensial
memberikan kontribusi positif dalam perkembangan Ilmu Komunikasi secara umum.
Fungsi Al-Quran
1.
Al-Quran
sebagai Huda (petunjuk)
Fungsi
Al-Quran sebagai petunjuk disebutkan banyak sekali dalam Al-Quran. Allah
berfirman :
اِنَّ هذَا الْقُرْانَ
يَهْدِيْ لِلَّتِيْ هِيَ اَقْوَمُ وَ يُبَشّرُ الْمُؤْمِنِيْنَ الَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ
الصّلِحتِ اَنَّ لَهُمْ اَجْرًا كَبِيْرًا. الاسراء: 9
Sesungguhnya
Al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi
kabar gembira kepada orang-orang mu'min yang mengerjakan amal shalih bahwa bagi
mereka ada pahala yang besar, [QS. Al-Israa' : 9]
Al-Quran
seolah-olah GPS yang berfungsi memandu manusia dalam perjalanan mengarungi
kehidupan agar sampai ke tujuan dengan selamat.
Aktivitas
yang memerlukan panduan Al-Quran adalah komunikasi, karena setiap manusia
sangat tergantung kepadanya dalam menjalani kehidupan ini, bahkan sebelum
mereka lahir dimuka bumi.
Al-Quran
memandu manusia dalam membangun komunikasi dengan Allah sang pencipta mereka
dan dengan sesama sejak sebelum lahir dan dimuka sampai mereka eksis sebagai
manusia. Bahkan kalau penggalian informasi dilanjutkan, komunikasi dalam Islam
terus berlanjut hingga manusia meninggal dunia, pada saat di alam kubur, di
masyhar, bahkan disurga atau neraka.
2.
Al-Quran
sebagai Furqan
Al-Quran
sebagai al-furqan menunjukkan kepada manusia mana yang baik dan mana yang tidak
baik, mana yang halal dan mana yang haram[3].
Sifat Al-Quran sebagai furqan menegaskan bahwa ada haln yang menjadi ciri khas
kaum muslimin yang membedakannya dengan selain mereka. Ciri khas ini akan
menjadi pembeda sekaligus tanda pengenal bahwa seorang adalah seorang muslim.
Diantara
kekhasan Islam dalam Komunikasi Islam adalah: meyakini bahwa komunikasi adalah
bagian daripada ibadah kepada Allah, bukan sekedar untuk kepuasaan diri dan
menyenangkan orang lain. Seorang muslim harus meniatkan segala perbuatan
baiknya untuk ibadah, karena tugas utama keberadaan manusia dimuka bumi ini
adalah ibadah.
3.
Al-Quran
sebagai syifa
Syifa
artinya obat. Sakit biasanya disebabkan oleh bertemunya dua faktor pada diri
seseorang; faktor melemahnya kondisi tubuh dan adanya faktor pemicu dari luar
diri, seperti berubahnya kondisi alam, menularnya wabah penyakit, dsb
Ibnu
al-Qayyim (w.751 H) menyatakan bahwa seluruh Al-Quran adalah obat, tidak ada
obat yang lebih besar dan lebih dan lebih luas manfaatnya daripada Al-Quran.[4]
Diantara
faktor luar yang membuat manusia sakit adalah faktor komunikasi. Komunikasi
yang tidak baik bisa melukai hati, menyebabkan permusuhan bahkan pertumpahan
darah. Sedangkan perkataan indah bisa membuat suasana damai, mengobati hati
yang luka, dan menjadi penyebab terjalinnya suasana kekerabatan dan
persaudaraan yang kokoh.
4.
Al-Quran
sebagai rahmat
Rahmat adalah lawan kata dari kata mudharat dengan segala macam
bentuknya. Rahmat adalah salah satu sifat Allah yang paling menonjol. Dia
selalu mengedapankan sifat ini dari sifat lainnya dalam memilih, dan
memprioritaskan semua perkara.
Komunikasi yang mampu menghubungkan apa yang kita maksud dengan apa
yang ditangkap oleh orang lain adalah rahmat besar dari Allah terhadap manusia.
Kita tidak dapat membayangkan bagaimana kita akan hidup dengan nyaman andaikan
apa yang kita maksudkan selalu tidak sama dengan apa yang orang lain maksudkan?
Ketika kita berbicara cinta ternyata yang dipahami oleh pendengar adalah benci,
disaat kita mengingkapkan rasa bahagia ternyata dipahami oleh orang bahwa kita
sedang dirundung oleh malang.
Sumber dan
Referensi
Untuk
membantu kita memahami makna Al-Quran, terutama tentang komunikasi maka kita
harus merujuk kepada para ulama yang pakar di bidang tafsir dan ulum Al-Quran.
Diantara rujukan utama dalam bidang tafsir adalah :
1.
Jami’
al Bayan fi Tafsir al-quran atau tafsir at-Tabari disusun oeh Abu Ja’far
Muhammad bin Jarir at-Tabari. Tafsir at-Tabari sangat terkenal dan menjadi
rujukan pertama dikalangan tafsir.
2.
Tafsir
Jalalain disusun oleh Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuti. Kitab
Tafsir ini terdiri atas dua jilid.
3.
Ma’alim
at-Tanzil ditulis oleh Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud bin Muhammad al-Farra’
al-Baghawi. Tafsir ini terdiri dari satu jilid.
4.
Tafsir
An-Nur Karya Hasbi Ash-Shiddiqie. Tahun 1995 tafsir An-Nur diterbitkan oleh
Pustaka Rizki Putra Semarang dalam 5 jilid.
5.
Tafsir
Al-Azhar Karya Hamka. Hamka menjelaskan bahwa tafsirnya dinamakan Al-Azhar
karena ia berasal dari materi pengajian shubuh di masjid al-Azhar. Tafsir
al-Azhar telah mengalami cetak ulang berkali-kali, juga pernah diterbitkan di
Singapura dan beredar di Malasyia, Brunei hingga Thailand.
Dan
masih banyak lagi kitab-kitab tafsir lainnya. Kitab-kitab tafsir ini membantu
kita untuk merujuk sumber asasi dalam Ilmu Komunikasi Islam, terutama ayat-ayat
terkait dengan komunikasi antara manusia dengan Penciptanya, komunikasi manusia
dengan dirinya sendiri, dan komunikasi manusia dengan sesama.
Ayat-ayat
yang Terkait dengan Komunikasi
Berikut
ini beberapa ayat yang terpenting yang terkait dengan komunikasi yang perlu
dirujuk maknanya secara mendalam dalam kitab-kitab tafsir di atas.
1.
Ayat tentang Hiwar dan Jidal
Terdapat dalam Al-Quran surah Al-Mujadalah ayat 1
2.
Ayat tentang Bayan
Terdapat dalam Al-Quran surah Ar-Rahman ayat 1-4
3.
Ayat tentang Tadzkir
Terdapat dalam Al-Quran surah Al-A’la ayat 9
4.
Ayat tentang Tabligh
Terdapat dalam Al-Quran surah Al-Maidah ayat 67
5.
Ayat tentang Busyra
Terdapat dalam Al-Quran surah Yunus ayat 62-64
6.
Ayat tentang Indzar
Terdapat dalam Al-Quran surah Ar-Ra’d ayat 7
7.
Ayat tentang Ta’aruf
Terdapat dalam Al-Quran surah Al-Hujurat ayat 13
8.
Ayat tentang Tawashi
Terdapat dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 133
2. Al- Sunnah
Ulama
hadist sepakat bahwa arti dasar kata al-Sunnah yang berkaitan erat dengan hadist
berkisar pada dua makna berikut :
1.
Al-Sirah
au al-Thariqah, Hasanah am Sayyiah, Sirah dan thariqah yang berarti jalan
kehidupan atau metode, yang baik ataupun
yang buruk.
2.
Al-thariqah
al-Mahmudah al-Mustaqimah, yaitu jalan kehidupan atau metode yang lurus dan
terpuji.
Kedua
makna ini sama, tidak ada perbedaan yang signifikan, hanya berbeda sudut
pandang. Makna pertama adalah makna umum yang mencakup segala bentuk jalan
kehidupan, cara/metode yang baik atau buruk. Sedangkan makna kedua memiliki
pengkhususan hanya pada hal-hal yang bersifat baik dan terpuji.
Dalam
terminologi Sunnah didefinisikan sebagai “ sesuatu yang didapat dari Nabi
saw. baik berupa perkataan, perbuatan,
persetujuan, dan sifat jasmani atau perilaku serta sirah beliau sebelum atau sesudah.[5]
Fungsi
Sunnah
Fungsi
Sunnah adalah sebagai tafsir bagi al-Quran mengungkapkan rahasia yang
dikandungnya, dan menjelaskan kehendak
Allah swt dalam perintah-perintah-Nya atau larangan-larangan-Nya.
Alquran menjelaskan kehendak Allah swt dalam perintah-perintah-Nya atau
larangan-larangan-Nya. Al-quran sangat membutuhkan sunnah, karena tanpa sunnah
banyak ayat-ayat al-Quran yang sulit untuk difahami, dan tidak bisa dimengerti
maksudnya, tetapi tidak demikian sebaliknya, karena walaupun tanpa al-Quran
al-Sunnah sudah bisa difahami dengan sendirinya.[6]
Imam al-Darimi meriwayatkan bahwa Al ‘Awza’i, Makhul, dan Yahya bin Katsir
berkata :
“Al-Quran lebih memerlukan sunnah
dari sunnah memerlukan al-Quran, Al-Sunnah
berfungsi membuat ketetapan terhadap al-Quran, tetapi tidak sebaliknya,
al-Quran tidak bisa menetapkan keputusan terhadap sunnah.”
Dari
pengertian Al-quran dan Hadist seperti diatas maka menjadikan al-Quran dan
as-Sunnah sebagai sumber Ilmu Komunikasi Islam bagi Kaum muslimin adalah
sebagai keharusan.
Sumber dan
Referensi
Untuk
membantu memahami makna dan kualitas hadist kita juga harus merujuk kepada para
pakar dibidang hadist. Diantara kitab yang paling sering dijadikan dalam bidang
hadist adalah :
a.
Shahih al-Bukhari
Kitab
ini ditulis oleh Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn Mughirah
al-Ju’fi al-Bukhari (194H-256H). Kitab ini merupakan rujukan utama di bidang
hadist.
Informasi
yang paling kaya dengan bahan-bahan Ilmu Komunikasi Islam dalam Shahih Bukhari
adalah Kitab al-Adab (etika), sebagian kitab al-Isti’zan (meminta izin), dan
Kitab al-Da’awat (Doa).
b.
Shahih Muslim
Kitab
ini ditulis oleh Muslim Ibn al-Hallaj ibn Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi
(202H-261H). Kitab ini dijadikan rujukan utama setelah Shahih Bukhari.
Informasi
yang bisa dijadikan bahan dasar Ilmu Komunikasi Islam dalam Shahih Muslim di
antaranya Kitab al-Adab (etika), al-Salam (mengucapkan salam), al-Alfadz min al
Adab (ungkapan-ungkapan etika), al-Birr wa al-Shilah wa al-Adab (berbuat baik,
menyambung silaturahim dan etika).
c.
Sunan Abu Dawud
Kitab
ini ditulis oleh Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy’ats bin Ishaq bin Basyir bin
Syihab bin Amar bin ‘Amran al-Azdi as-Sijistani (202H-275H).
Informasi
yang bisa dirujuk dalam Sunan Abi Dawud untuk dijadikan Ilmu Komunikasi Islam
adalah Kitab al-Adab (etika).
d.
Sunan al-Nasa’i
Kitab ini ditulis oleh Abu Abdurrahman Ahmad ibn Syu’aib ibn Ali
ibn Abi Bakar ibn Sinan an-Nasa’i (215h-305H). Terkenal dengan nama an-Nasa’i,
karena dinisbatkan dengan kota Nasa’i salah satu kota Khurasan.
Informasi yang bisa dirujuk dalam Sunan al-Nasa’i untuk dijadikan
dasar Ilmu Komunikasi Islam adalah Kitab al-Aimanwa al-Nudzur (sumpah dan
nazar) dan Kitab al-Zinah (perhiasan).
e.
Sunan Tirmidzi
Kitab
ini ditulis oleh Imam Al-Hafiz Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin
Al-Dahhak As-Sulami Al-Tirmidzi (209H-279H).
Informasi
yang bisa dirujuk dalam Sunan al-Tirmidzi untuk dijadikan dasar Ilmu Komunikasi
Islam adalah Kitab al-Libas (pakaian), al-Birr wa al-Shilah (berbuat baik dan
menyambung tali silaturrahim), al-Isti’zan (meminta izin), al-Adab (etika), dan
Kitan al-Da’awat (doa).
f.
Sunnan Ibnu Majah
Kitab
ini ditulis oleh al- Imam al-Hafidz Abu Abdillah Muhammad Ibn Yazid al-Quzwaini
ibn Abdillah ibn Majah al-Qazwini (207H-275H).
Informasi
yang bisa dirujuk dalam Sunan Ibnu Majah untuk dijadikan dasar Ilmu Komunikasi
Islam adalah Kitab al-Libas (pakaian), al-Adab (etika) dan al-Du’a (doa).
Masih
banyak kitab-kitab hadist lain yang kaya informasi tentang Ilmu Komunikasi.
Enam kitab ini hanya sebagai contoh dari sekian banyak kitab hadist yang
ditulis oleh para ulama.
3.
Kitab-Kitab Para Ulama
Diantara
kitab-kitab yang sangat bermanfaat untuk dijadikan sumber dan referensi adalah
:
1.
Kitab
Ihya ‘Ulumuddin
Kitab
karya Imam Abu Hamid al-Ghazali ini
membahas banyak hal. Di antara bahasan yang terkait dengan komunikasi
Islam adalah tentang Afat al-lisan (penyakit lisan).
2.
Minhaj
al-Qashidin
Kitab
karya al-Maqdisi ini juga ada membahas tentang’afat al-lisan (penyakit lisan).
3.
Riyadhus
Shalihin
Kitab
karya Imam Nawawi ini memang membahas
banyak masalah. Di antara bagian yang sangat terkait dengan komunikasi
adalah bab tentang al-shidq (kejujuran),
nasehat, memperbanyak jalan berbuat kebaikan , dan lain-lain.
4.
Kitab
‘Afat al-Lisan fi Dhau al-Quran wa al-sunnah, Karya Said bin Ali bin Wahf
Al-Qathani.
Kitab
ini membahas tentang gosip (ghibah) dan
adu domba (namimah), tentang lisan yang
kotor dsb.
5.
Adab
al-lisan Karya Abu Anas Majid al-Nabkani
Kitab
ini juga membahas etika manusia dalam menggunakan lidahnya. Bahasannya terdiri
dari bahasan tentang menjaga lisan dalam berbagai keadaan dan kondisi.
Kitab-kitab
yang penulis tampilkan diatas adalah sedikit dari sekian banyak kitab yang
membahas tentang bahan dasar Ilmu Komunikasi Islam, meskipun
sebagian besarnya masih belum bisa fokus kepada komunikasi.
4.
Ilmu Komunikasi
Ilmu
komunikasi pada dasarnya mempunyai ciri yang sama dengan pengertian ilmu secara
umum. Yang membedakannya adalah pada objek kajiannya, dimana perhatian dan tealaah difokuskan pada peristiwa-peristiwa
komunikasi antar manusia. Mengenai hal itu Berger dan Chafee(1987) menyatakan
bahwa Ilmu Komunikasi adalah suatu pengamatan terhadap produksi, proses dan
pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang melalui pengembangan teori-teori
yang dapat diuji dan digeneralisasikan dnegan tujuan menjelaskan fenomena yang
berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan
lambang.
Secara
umum Ilmu Komunikasi adalah pengetahuan tentang peristiwa komunikasi yang
diperoleh melalui suatu penelitian tentang sistem, proses, dan pengaruhnya yang
dapat dilakukan secara rasional dan sistematis, serta kebenarannya dapat diuji
dan digenaralisasikan.
Ilmu
Komunikasi dengan karakteristiknya seperti diatas sangat bermanfaat dalam
membangun Ilmu Komunikasi Islam. Banyak hal yang bermanfaat yang telah
disumbangkan oleh Ilmu Komunikasi terutama dalam kajian empiriknya. Karena
pertimbangan itulah, dalam membangun Ilmu Komunikasi Islam kita sangat memerlukan Ilmu Komunikasi umum.
Catatan Kaki
[1]
Ibnu Mandzur, Lisan al-‘Arab, (Beirut : Dar Shadir: 1412-1992), juz 1,
h.128
[2] Muhammad Abdul Adzim Al-Zarqani, Manahil
al-Irfan, ( Beirut : Dar al-Fikr,1996), Juz 1, h.11, cet.1
[3] Zainuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abi
Bakar bin Abdul Qadir al-Hanafi al-Razi, mukhtar al-Shihah, (Beirut:
Al-Makatabah al-‘Ashriyyah, 1420-1999), h.238, cet 5.
[4] Muhammad bin Abu Bakar bin Ayyub bin Sa’ad
Syamsuddin Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah, al-Da’wa al-Da’wa, ( Jeddah: Dar ‘Alam
al-Fawa-id, 1429), h.7, cet.1.
[5] Qawaid, al-Tahdits. Hal. 35-38. Dan Taujih
al-Nadhar. Hal 3
[6] Lihat Imam al-Darimi, Sunan al-Darimi, Juz
1, h. 177
DAFTAR PUSTAKA
Hefni, Harjani, Komunikasi Islam, (
Jakarta : Prenadamedia Group
, 2015)
[1] Ibnu
Mandzur, Lisan al-‘Arab, (Beirut : Dar Shadir: 1412-1992), juz 1, h.128
[2] Muhammad
Abdul Adzim Al-Zarqani, Manahil al-Irfan, ( Beirut : Dar al-Fikr,1996), Juz 1,
h.11, cet.1
[3]
Zainuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abi Bakar bin Abdul Qadir al-Hanafi
al-Razi, mukhtar al-Shihah, (Beirut: Al-Makatabah al-‘Ashriyyah, 1420-1999),
h.238, cet 5.
[4] Muhammad
bin Abu Bakar bin Ayyub bin Sa’ad Syamsuddin Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah,
al-Da’wa al-Da’wa, ( Jeddah: Dar ‘Alam al-Fawa-id, 1429), h.7, cet.1.
[5] Qawaid,
al-Tahdits. Hal. 35-38. Dan Taujih al-Nadhar. Hal 3
[6] Lihat
Imam al-Darimi, Sunan al-Darimi, Juz 1, h. 177
Komentar
Posting Komentar